Mengenal Teknologi FGD PLTU yang Berkembang di Indonesia

Mengenal Teknologi FGD PLTU yang Berkembang di Indonesia

Sebagai salah satu negara yang memiliki sumber energi melimpah untuk menjadi sumber daya pembangkit listrik, sehingga teknologi FGD PLTU termasuk menjadi salah satu sarana dalam memanfaatkan berbagai sumber daya negara kita.

Baca juga : Mengenal Teknologi Virtual Reality Beserta Cara Kerjanya

Beberapa pembangkit listrik di Indonesia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan PLTU.

Karena teknologi FGD ini berkaitan dengan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), maka pada artikel ini kita akan mengenal kedua hal tersebut lebih mendalam.

Mengenal Teknologi FGD PLTU untuk Sumber Listrik di Indonesia

Pada pembahasan kali ini, cukup banyak hal baru yang mungkin bisa kita pelajari mengenai sumber daya listrik dan teknologi yang menyertainya. Beberapa hal terkait teknologi FGD PLTU tersebut antara lain:

Pengertian PLTU

Sebelum membahas mengenai teknologi FGD PLTU, kalian perlu memahami konsep tentang PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) terlebih dahulu agar tidak kebingungan ketika kita mulai memasuki pembahasan FGD.

Suatu Pembangkit Listrik Tenaga Uap adalah serangkaian alat pembangkit listrik yang memanfaatkan energi kinetik uap lalu mengubahnya agar menjadi energi listrik untuk keperluan sehari-hari. 

Mayoritas penghasil listrik di dunia berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap tersebut, sekitar 86% dari total pembangkit listrik yang ada.

Teknologi dengan memanfaatkan uap ini berawal dari perbaikan mesin uap  reciprocating yang berguna sebagai sumber tenaga mekanik oleh James Watt pada abad ke-18. 

Kemudian saat periode tahun 1882, pusat pembangkit listrik komersil pertama London dan New York pun mengawali pemanfaatan mesin uap tersebut.

Secara umum, cara kerja dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan batu bara, minyak bakar, dan MFO sebagai start up awalnya terdiri atas tiga tahapan, yaitu:

  • Bahan bakar yang memiliki kandungan energi kimia akan dikonversikan menjadi energi panas. Bahan bakar itu kemudian akan berubah menjadi uap dengan tekanan dan temperatur yang tinggi
  • Energi hasil konversi pun akan berubah menjadi energi mekanik setelah melewati putaran pada turbin
  • Putaran energi mekanik dari turbin pun berubah menjadi energi listrik yang bisa kita manfaatkan

Pengertian Teknologi FGD PLTU

Saat industri seperti PLTU tersebut masih menggunakan mesin dengan bahan bakar fosil, maka sudah pasti akan ada emisi yang akhirnya mencemari udara di sekitar. 

Lebih mengkhawatirkannya, saat ini jumlah pabrik pun banyak, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang kita bahas sebelumnya.

Namun berkat banyaknya perhatian mengenai aspek lingkungan ini, sekarang sudah banyak sekali metode efektif untuk mencegah emisi tersebut supaya tidak langsung dibuang ke udara.

Sekarang cara menanganinya adalah dengan mengolahnya terlebih dahulu sehingga gas buangan tersebut tidak terlalu berbahaya untuk kesehatan maupun lingkungan.

Nah, salah satunya ialah dengan menggunakan Flue Gas Desulphurization atau teknologi FGD PLTU sebagai metode mencegah emisi berbahaya berkeliaran di udara.

Flue Gas Desulphurization merupakan suatu metode yang digunakan untuk bisa mengurangi kandungan oksida belerang pada asap-asap pabrik maupun Pembangkit Listrik Tenaga Uap.

Belerang adalah suatu zat berbentuk gas beracun yang bisa merusak kesehatan manusia serta lingkungan, di mana belerang tersebut merupakan hasil pembakaran bahan bakar fosil seperti solar dan batu bara.

Karena masih banyak industri, termasuk PLTU yang memaki kedua bahan bakar fosil di atas, maka teknologi FGD PLTU memang harus mulai gencar digunakan, terutama pada wilayah Indonesia sendiri.

Sejarah FGD untuk PLTU

Ide awal memanfaatkan teknologi tersebut sudah mulai berdiri di negara Inggris pada tahun 1850-an. Lalu dengan pembangunan pembangkit listrik berskala besar pada tahun 1920-an di di Inggris, masalah mengenai SO2 pun menarik perhatian publik.

Kampanye-kampanye serta penolakan mengenai emisi ini mulai naik sejak tahun 1929-an karena ada pemilih tanah yang menyatakan bahwa lahannya mengalami kerusakan karena emisi SO2.

Kemudian pada tahun 1931 teknologi FGD PLTU mulai terpasang pada Pembangkit Listrik Battersea, milik dari London Power Company. Setelah itu, di tahun 1935 dengan sistem seperti milik Battersea terpasang di Pembangkit Listrik 

Berlanjut hingga tahun 1970 Kongres Amerika Serikat mengesahkan CAA (Clean Air Act 1970) yang berisikan pengesahan pengembangan aturan federal AS terkait emisi dari sumber industri dan bergerak, lalu diterbitkan oleh EPA (Badan Perlindungan Lingkungan).

Tahun 1978 terbentuk Komite Standar PTC 40 yang akhirnya mengadakan rapat tahun 1979 demi tujuan mengembangkan prosedur standar dalam penerapan dan laporan pengujian kinerja teknologi FGD PL.

Pada rapat tersebut terdapat hasil yang terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu konsumsi dan utilitas, pengurangan emisi, serta karakterisasi dan jumlah limbah serta produk sampingan.

Pada tahun 1990 ASME (American Society of Mechanical Engineers) memberi persetujuan atas rancangan kode pertama dan adopsi oleh ANSI (Institut Standar Nasional Amerika).

Lanjut ke tahun 2006, Komite PTC 40 berkumpul setelah EPA pada tahun 2005 mengeluarkan CAIR (Clean Air Interstate Rule). Selanjutnya tahun 2017 terjadi pengesahan penerbitan atas revisi Standar PTC 40.

Setelah itu, Standar revisi yang bernama PTC 40-2017 tersebut saat ini banyak digunakan oleh perusahaan dari berbagai penjuru dunia karena di sini terdapat sistem teknologi FGD PLTU atau industri kering dan Generasi serta menyediakan Analisis Ketidakpastian lengkap.

Cara Kerja teknologi FGD PLTU

Sekarang setidaknya ada dua tipe FGD yang telah mulai marak digunakan untuk beragam boiler, yaitu kering (Dry Flue Gas Desulphurization) maupun basah (Wet Flue Gas Desulphurization)

Kering (Dry Flue Gas Desulphurization)

Pada jenis kering ini, udara flue gas akan masuk ke dalam FGD dan menerima semprotan menggunakan zat kimia untuk menjadi sulfur absorber. 

Zat kimia absorber yang terlibat dalam proses ini bukan air laut, melainkan bahan-bahan kimia bernama CaCO3 (limestone) berupa reaksi kimia CaCO3 (solid) + SO2 (gas) → CaSO3 (solid) + CO2 (gas).

Hasil dari reaksi tersebut adalah kalsium karbonat dengan bentuk padat serta karbondioksida yang akan lepas ke udara.

Bukaan hanya CaCO3 di atas, zat absorber juga dapat memanfaatkan Ca(OH)2 maupun Mg(OH)2 (magnesium hidroksida). 

Berbagai materi absorbsi itu akan dikabutkan oleh suatu komponen bernama rotary atomizer sehingga kita akan memperoleh ukuran partikel yang cukup kecil agar bisa membuat proses penyerapan SO2 berjalan lebih optimal.

Basah (Wet Flue Gas Desulphurization)

Teknologi FGD PLTU basah akan memanfaatkan air laut sebagai media penyerapan belerang pada asap pabrik. 

Setelah keluar dari boiler, flue gas selanjutnya akan mengalir ke sistem Flue Gas Desulphurisation (FGD) dan mendapat penyemprotan memakai air laut dan memunculkan reaksi kimia SO2 + H2O → H+ + HSO3–. 

Setelah itu berlanjut ke oksidasi dengan oxidation air blower, maka udara dari atmosfer akan masuk ke tangki berisi larutan air laut dengan hasil reaksi kimia sebelumnya dan menghasilkan reaksi HSO3– + ½O2 → HSO4–. 

Kemudian secara alam tercipta, reaksi kimia alami di naturalisation basin berupa HSO4– + HCO3– → SO42+ + H2O + CO2

Penerapan Teknologi FGD PL di Indonesia

Beberapa pihak industri Indonesia sudah mulai menerapkan teknologi tersebut untuk membantu mewujudkan keadaan yang ramah lingkungan maupun bagi kesehatan manusia di sekitar pabrik.

Salah satunya adalah PT. Bukit Asam Tbk. (PTBA) yang menerapkannya PLTU Mulut tambang Sumsel 8. PLTU Sumsel 8 menggunakan FGD atau Flue Gas Desulphurization tersebut demi membantu menekan emisi serta mendukung agar tercapainya net zero emission.

Pembangkit dari PLTU Sumsel 8 ini nantinya akan lebih ramah lingkungan karena sudah ada pengurangan sulfur menggunakan teknologi tersebut, di mana cara kerjanya bisa kalian lihat pada pembahasan sebelumnya.

Perkiraan berkurangnya kandungan sulfur pada gas buang tersebut adalah sekitar 50%.

Selain PLTU di Sumsel, pada tahun 2021 lalu juga sudah mulai berlangsung uji operasional FGD pada proyek perubahan spesifikasi batu bara pada PT. Paiton Energy.

PT ini juga berusaha untuk melakukan perubahan dengan memanfaatkan FGD agar bisa mengurangi kandungan sulfur pada emisi gas buang dari pembangkit listrik.

Baca juga : Teknologi Mind Reading Mengungkap Misteri Kemampuan Keren

Melihat sejarah hingga peran penting dari teknologi FGD PLTU bagi kesehatan kita dan kelestarian lingkungan, maka sudah sepatutnya kita mendukung agar program ini berjalan lancar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *